BIOGRAFI IBNU KHALDUN

Biografi Ibnu Khaldun akan kita bahas pada pembahasan kali ini. Ibnu Khaldun sejatinya pemikir dan ulama peletak dasar ilmu sosiologi dan politik melalui karya magnum opusnya, al muqaddimah. Ia lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H/ 27 Mei 1332 M dengan namaAbdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al-Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Ibarahim bin Abdurrahman bin Khaldun, dan lebih dikenal dengan ibnu khaldun.
Ibnu khaldun berasal dari keluarga intelektual, yang sedikit tertarik dengan persoalan  politik. Nenek moyangnya berasal dari hadaramaut yang kemudian bermigrasi ke sevilla (Spanyol) pada abad ke-8, keluarganya menduduki posisi tinggi dalam politik Spanyol, sampai akhirnya hijrah ke maroko beberapa tahun sebelum sevilla jatuh ketangan penguasa Kristen pada tahun 1248 M. Setelah itu mereka menetap di Tunisia, di kota ini mereka dihormati pihak istana dan diberi tanah milik dinasti Hafsiah. Latar belakang keluarga dari kelas atas ini rupanya menjadi salah satu factor yang kemudian mewarnai karir hidup Ibnu Khaldun dalam politik sebelum terjun sepenuhnya di dunia ke-ilmuan.

Pada masa hidupnya ini merupakan masa pengujung zaman pertengahan dan permulaan zaman renaissance. Perubahan krusial historis menanadai abad ini, baik dalam bidang politik maupun pemikiran. Di eropah zaman merupakan zaman tumbangnya cikal bakal renaissance. Sedangkan di timur (islam) periode ini sedang berlangsung suatu fase kemunduran dan disintegrasi.
Di tengah evolusi peradaban ini, khaldun pernah terlibat langsung intrik politik  dalam pemerintahan, ia juga pernah menjabat sebagai sekretaris sultan Abu Inan dari Fez dan sebagai perdana menteri di Bougie. Setelah itu khaldun merasa lelah dalam intrik yang dihadapinya, sehingga ia memutuskan untuk menjauhi dunia politik dan berkecimpung di dunia keilmuan dan intelektual.
Keputusan ini berbuah dengan munculnya karya-karya intelektualnya seperti kitab al ibar  yang membahas mengenai sejarah. Kitab tersebut didahului oleh sebuah pembahasan tentang masalah-masalah sosial manusia, yang kemudian dikenal dengan muqaddimah ibnu khaldun. Muqaddimah ini selesai ditulis oleh khaldun dalam waktu selama lima bulan, dan berakhir pada  pertengahan 779 H/ November 1377 M. hal ini ia ungkapkan dalam penutupan muqaddimah-nya:
Saya selesaikan komposisi dan naskah dari pasal yang pertama ini, sebelum revisi dan koreksi, selama lima bulan, berakhir pada pertengahan tahun 779 (November 1377). Lalu, saya merevisi dan mengoreksi buku ini, dan saya tambahkan kepadanya sejarah berbagai macam bangsa, sebagaimana telah saya sebutkan dan saya niatkan untuk melakukannya pada permulaan karya itu.

Setelah itu khaldun menulis kitab keduanya yang popopuler dengan nama Kitabul ‘ibar wa dil- wa nul mubrada’ wal khabar, fil ayyan-mil ‘arab wal ‘ajam wal barbar, wa man la a-sharahum min dzawi s-sulthaan al-akbar, atau dikenal dengan kitab alam semesta.
Kemudian, perselisihan politik yang lagi pada zamanya memaksanya pindah ke kairo  (1382M), kota ini sangat mengesankan ibnu khaldun: ia melihat mamluk sebagai  juru selamat islam kesultanan mereka sebagai “negara islam paling penting” (Ayalon, 1977 VII:327). Disana ia menjadi ahli hukum islam yang terkenal dan dihormati cukup baik sebagai hakim kepala mazhab maliki (1384 M). Pada masa ini ia memperbaiki dan merevisi muqaddimahnya sepanjang hidupnya.
Pada tanggal 26 Ramadhan, tahun 808 H, yang bertepatan dengan tanggal  16 Maret 1406 M, tiba-tiba ibnu khaldun wafat dalam umurnya yang ketujuh puluh enam (76 Tahun). Sepeninggal Khaldun, banyak para sarjana-sarjana yang kagum pada pemikirannya, baik dari dunia timur maupun dunia barat. Tidak hanya itu, sebagai bukti darinya mereka mengadakan simposium tentang Ibnu Khaldun dan membangun sebuah monumuen atau patung ibnu khaldun. Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti, dimana ibnu khaldun di makamkan.

SKETSA TENTANG MUQADDIMAH KARYA IBNU KHALDUN
Ibnu khaldun termasuk tokoh yang paling banyak disebut dalam sejarah intelektual. Reputasinya ini sangat dikagumi oleh kalangan intelektual baik di timur mauipun dibarat, kalangan muslim maupun non muslim. Robert flint menegaskan: “Hobbes, Loche dan Rousseau bukanlah tandingan ibnu khaldun. Sehingga, agak sulit menempatkan posisi ibnu khaldun, dalam klasifikasi pemikiran islam, karena keluasaan penguasanya terhadap berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa muqaddimah merupakan karya terbesar yang pernah diciptakan oleh akal manusia dimanapun.
Kitab yang kita kenal sekarang dengan nama muqaddimah ibnu khaldun merupakan jilid pertama dari ketujuh jilid kitab sejarah alam semesta, Kitabul ‘ibar wa dil- wa nul mubrada’ wal khabar, fil ayyan-mil ‘arab wal ‘ajam wal barbar, wa man la a-sharahum min dzawi s-sulthaan al-akbar, yang diterbitkan oleh penerbit balaq, tahun 1868 M. Ibnu khaldu lebih dikenal karena muqqadimahnya, bukan karena kitab Al Ibarnya. Mengapa demikian?, karena seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan dan sejarah termuat dalam muqaddimah-nya. Sedangkan kitab al ibar adalah bukti empiris-historis dari teori yang telah dikembangkan itu. 
Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk membuat sketsa dari Muqaddimah ini. Dimana isi muqaddimah ini terdiri dari tiga bagian, ketiga bagian itu ialah;
Pertama,  khaldun mengawalinya dengan menyebut pujian kepada Allah SWT, serta salawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian ia mengkritisi pembahasan para sejarawan seperti al Mas’ud, abu Hayyan dan ibnu Rifqi. Karena latar belakang inilah yang menjadi alasan ia mengarang kitab al ibar, sambil menerangkan metode dan pembagiannya, seperti yang diungkapkannya;
Ketika saya membaca karya para sarjana, dan menyelidiki kedalaman yang dikandung oleh hari-hari kemarin dan kini, saya memukul-mukul diri sendiri. Meski tidak banyak menulis, saya mencoba sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Dengan demikian, kemudian, saya karang sebuah buku tentang sejarah. De­ngan buku ini saya berusaha menyingkap tabir kondisi yang tum-buh dan berasal dari generasi yang beragam. Dalam usaha mengemukakan fakta historis dan refleksinya secara metodik, saya membagi buku itu ke dalam beberapa bab." Saya jelaskan di dalamnya, bagaimana dan mengapa negara dan peradaban ('umran) tumbuh. Buku itu saya tulis berdasarkan fakta-fakta sejarah, tentang bang-sa-bangsa yang memakmurkan dan memenuhi berbagai daerah dan kota-kota Maghribi. juga tentang negara-negara yang berumur pan-jang atau berumur pendek, termasuk raja-raja dan sekutu-sekutu yang telah mendahului mereka. Mereka adalah dua generasi, yaitu orang-orang Arab, dan orang-orang Barbar. Mereka adalah dua bangsa (jail) yang terkenal tinggal di Maghribi dalam waktu yang sangat lama sehingga hampir tak terpikirkan ada bangsa selain me­reka yang tinggal mendiami Maghribi (Marokko)

Kemudian ia menulis bahwasanya buku ini dihadiahkan kepada amirul mukminin Abu Fariz Abdul Aziz  (sultan magribi jauh, 796-799 H). naskah yang dimaksud adalah naskah yang ditulis di mesir, dan diserahkan pada sultan tersebut pada tahun 799. Sedangakan naskah yang pertama yang ditulis pertama kali, di hadiahkan kepada sultan abul ahmad ibn abi abdilah al hafsi, sultan Tunisia.
Kedua, pendahuluan tentang manfaat bersar histografi atau keutamaan sejarah, perngertian segala variasi histografi. Serta ulasan sepintas kesalahan yang dilakukan para sejarawan.
Ketiga, bagian ini berjudul “kitab pertama” yang membahas tentang peradaban manusia pada umumnya. Peradaban masyarakat pengembara (Badui), suku yang berpindah-pindah dan golongan manusia liar. Negara secara umum, raja, khalifah dan tingkatan-tingkatan kesultanan. Negara-negara, kota-kota dan seluruh peradaban. Penghidupan dengan segala seginya, ilmu pengetahuan dengan segala macamnya. Bagian ini merupakan bagian pokok dan paling penting dibandingkan bagian lainnya, dimana bagian ini terdiri dari kata pengantar dan enam pembahasan pokok.
Diantara keenam pokok pembahasan yang dibicarakan dalam bagian ini terdiri dari;
1)      Tentang peradaban umat manusia secara umum, corak dan pembagiannya menurut ilmu bumi.
2)      Tentang peradaban padang pasir (masyarakat pengemba-ra), kabilah dan igsa pengembara. Pokok pembahasan ini terdiri dari 29 pembahasan, dimana 12 bab membahasa tentang perdaban orang badui, sedangkan sisanya menyinggung mengenai solidaritas sosial dari orang badui
3)      Tentang negara-negara, khilafah, kekuasaan raja, dan pembicaraan tentang tingkatan pemerintahan. Pokok pembahasan ini terdiri dari 54 pembahasan, dimana pembahasan disini didonominasi oleh pembahasan mengenai sosio-politik.
4)      Tentang peradaban orang-orang penetap, kota-kota, dan provinsi-provinsi. Pokok pembahasan ini terdiri dari 22 pembahasan, dimana dalam pembahasan disini membahas seputar ekonomi, peradaban dan pembangunan kota serta prasarananya.
5)      Tentang keahlian, mata pencarian, usaha-hidup (kasab) dengan segala aspeknya. Pokok pembahasan ini terdiri dari 33 pembahasan, dimana dalam pembahasan ini berbicara seputar permasalahan keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat.
6)      Tentang ilmu pengetahuan, cara memperoleh dan mempelajarinya. Pokok pembahasan ini terdiri dari 61 pembahasan, dimana pada bagian ini membahahas seputar ilmu serta metode-metodenya.




BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu penopang sebuah negara. Kita ingat ketika negeri Jepang luluh lantak dibombardir bom atom pada tahun 1945, konon, salah satu hal yang dicari pertama kali adalah seorang guru. Artinya, betapa Jepang sangat membutuhkan tenaga pendidik untuk membangun kembali negaranya. Dengan masyarakat yang “melek” pengetahuan, berwawasan tinggi, dan tentunya terdidik untuk maju, para Founding Father Jepang yakin negaranya akan mampu untuk bangkit kembali. Kini kita menyaksikan bagaimana kemajuan yang dicapai negeri “matahari terbit” itu dalam bidang perekonomian, Industri terutama dalam bidang IPTEK. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan adalah suatu keniscayaan bagi sebuah negara yang menginginkan pencapaian kemajuan dalam segala bidang. Tanpa SDM yang mumpuni kemajuan sebuah negara adalah mustahil dan untuk menghasilkan SDM yang mumpuni inilah dibutuhkan sistem pendidikan yang baik. 
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pendidikan diartikan sebagai perbuatan, (hal, cara dan sebagainya) mendidik. Menurut Ahmad D Marimba pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar  oleh si pemilik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Abudin Nata: 2005). Selain itu, pendidikan dapat diartikan sebagai segala kegiatan yang berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian. Dari beberapa pengertian diatas terlihat bahwa dalam dunia pendidikan minimal didukung oleh beberapa hal berikut:

BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, pendidikan memiliki peranan penting dalam upaya pencapaian kemajuan bangsa. Perkembangan dunia pendidikan tentunya tidak akan terlepas dari sumbangsih para ilmuwan yang mencurahkan segala perhatiannya pada dunia pendidikan ini. Begitu pun yang dilakukan oleh para ulama sebagai yang merasa berkewajiban untuk menyebarluaskan ilmu-Nya. Salah satu ulama besar, filosof, psikolog sekaligus intelektual muslim Ibnu Khaldun adalah salah satunya. Dalam makalah ini pemakalah akan mencoba memberikan sekelumit tentang biografi Ibnu Khaldun yang berimplikasi pada pemikirannya dalam dunia pendidikan. Bagaimana pendidikan dalam pemikiran Ibnu Khaldun? Apa yang menjadi sumbangsih Ibnu Khaldun bagi dunia pendidikan? Apa saja yang mendukung corak pemikiran pendidikan Ibnu Khaldun? Dan sebagainya.
 
Nama lengkap Ibnu Khaldun yaitu Abdu al-Rahman ibn Muhamad ibn Muhamad ibn Muhamad ibn al-Hasan ibn Jabir ibn Muhamad ibn Ibrahim ibn Khalid ibn Utsman ibn Hani ibn Khattab ibn Kuraib ibn Ma`dikarib ibn al-Harits ibn Wail ibn Hujar (Toto Suharto: 2006) atau lebih dikenal dengan sebutan Abdur Rahman Abu Zayd Muhamad ibnu Khaldun. Ia dilahirkan pada 7 Mei 1332 di Tunisia.
Ibnu Khaldun menisbatkan nama dirinya kepada Khalid Ibn utsman karena Khalid adalah nenek moyangnya yang pertama kali memasuki Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab lainnya pada abad ke-8 masehi. Ibnu Khaldun adalah seorang yang memiliki prestasi yang gemilang, beliau sangat mahir dalam menyerap segala pelajaran yang diterimanya. Sejak masa kanak-kanak ia sudah terbiasa dengan filsafat, ilmu alam, seni dan kesusastraan yang dengan mudahnya ia padukan dengan bidang kenegaraan, perjalanan dan pengalamannya. Hal inilah salah satu pendorong kemunculan karya fenomenalnya Muqaddama Al Alamat (pengantar fenomenologis) yang lebih dikenal dengan sebutan Muqaddimah  (prolegomena) saja.
Pada tahun 1352 Ibnu Kahldun berkelana ke Barat dan menetap di Fez. kemudian beliau pergi ke timur menuju Iskandariah dan Kairo. Disana beliau bertemu dengan Mamluk Sultan Al Zhahir Barquq yang menunjuknya menjadi guru besar fiqh mazhab Maliki dan hakim agung Mesir. Menjelang akhir hayatnya pada 1401, Ibnu Khaldun bertemu dengan Timurlane di luar garis perbatasan Damaskus. Penakluk Mongol tersebut menyambut ilmuwan ini dengan antusias dan mengemukakan minatnya untuk mengangkat Ibnu Khaldun sebagai pejabat pemerintahannya. Ibnu Khaldun sendiri kemudian lebih memilih untuk kembali ke Kairo dan melanjutkan pekerjaanya sebagai qadhi  dan penulis hingga akhir hayatnya. Secara sederhana biografi Ibnu Khaldun ini dapat dibagi kepada tiga fase: Fase Pertama, masa pendidikan. Fase Kedua, masa politik praktis. Fase ketiga, masa kepengajaran dan kehakiman.       
2.    Pendidikan dalam Perspektif Ibnu Khaldun
Sebagai seorang pemikir, Ibnu Khaldun adalah produk sejarah. Menurut A. Luthfi As-Syaukaniy dari sini muncul apa yang disebut sejarah pemikiran atau sejarah intelektual. Istilah “pemikir” merupakan sesuatu yang ambigu dan dapat diterapkan kepada siapa saja yang memiliki spesialisasi tertentu. Ia dapat diterapkan kepada Philosoper, Thinker, Scholar, atau Intelektual yang merujuk kepada figur terpelajar (Lihat Toto Suharto: 2006). Jelasnya, pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya. Disinilah letak alasan Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi pemikiran Ibnu khaldun, diilhami pengarangnya dari al-Quran sebagai sumber utama dan pertama dari ajaran Islam. Dengan demikian pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca melalui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan sebagai sebuah kecenderungan.
Sementara itu ada yang berpendapat bahwa Ibnu Khaldun mendapat pengaruh dari Ibnu Rusyd (1126 – 1198) dalam masalah hubungan filsafat dan agama. Dalam bidang pendidikan, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan atau ilmu dan mengajar merupakan suatu kemestian dalam membangun masyarakat manusia. Hal ini dapat terlihat pada pandangannya mengenai tujuan pendidikan, yaitu:
1.     Memeberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena aktifitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat bagi masyarakat.
2.      Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya masyarakat maju dan berbudaya.
3.     Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari penghidupan.  
Pernyataan-pernyataan ini mengindikasikan bahwa maksud pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah mentransformasikan nilai-nilai yang diperoleh dari pengalaman untuk dapat memepertahankan eksistensi manusia dalam peradaban masyarakat. Pendidikan adalah upaya melestarikan dan mewariskan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis.
Dalam kaitannya dengan peserta didik, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog.
Menurut Ibnu Khaldun pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa adanya perbedaan lapisan sosial timbul dari hasil kecerdasannya yang diproses melalui pengajaran. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan ini Ibnu Khaldun membaginya kepada tiga macam: 1). Ilmu Lisan; 2). Ilmu Naqli; 3). Ilmu Aqli.
Disamping beberapqa hal diatas, ibnu Khaldun juga menyoroti masalah kurikulum. Menurutnya ada tiga kategori kurikulum yang perlu diajarkan kepada peserta didik. Pertama, kurikulum yang merupakan alat bantu pemahaman. Kurikulum ini mencakup ilmu bahasa, ilmu nahwu, ilmu balaghah dan syair. Kedua,  kurikulum sekunder, yaitu mata kuliah yang menjadi pendukung untuk memahami Islam. Kurikulum ini meliputi ilmu-ilmu hikmah seperti: logika, fisika, metafisika, dan matematiuka. Ketiga, kurikulum primer yaityu mata kuliah yang menjadi inti ajaran Islam. Kurikulum ini meliputi semua bidang al ulum al naqliyah seperti: ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu qiraat dan sebagainya.    

BAB III
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian diatas, terlihat bahwa Ibnu Khaldun adalah seorang tokoh yang menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengarhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai makhluq yang harus dididik, dalam rangka menjalankan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik. 
Aspek-aspek yang dapat mendukung proses pendidikan mulai dari peserta didik, penidik, sarana dan prasarana harus benar-benar diperhatikan karena akan sangat berpengaruh pada jalannya proses pendidikan.
Dalam pada itu hendanya tidak mengabaikan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri yaitu berorientasi pada pengembangan, pengarahan dan pembentukan kepribadian peserta didik. Oleh karena itu guru sebagai pendidik diharuskan mampu membaca situasi dan kondisi dalam pembelajaran, mengetahui psikologi anak dana sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Gama Media Pratama.
Fakhri, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta Kronologis. Bandung: Mizan.

Suharto, Toto. 2006. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Bea Vers, Tedd B. 2001. Paradigma Filsafat Pendidikan Islam (Kontribusi Filosof Muslim). Jakarta: Riora Cipta.


Postingan populer dari blog ini

TO BE AND AUXILIARY VERB

ISLAM SEBAGAI AJARAN, PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN

Etika Guru Terhadap Atasan (Pemimpin)